Sabtu, 30 September 2017

Kode Etik, Sikap Profesional dan Pegembangannya

KODE ETIK, SIKAP PROFESIONAL dan PENGEMBANGANNYA


1. Kode Etik
a. Pengertian
Kode etik adalah hal yang mutlak dimiliki oleh setiap profesi. Profesi seperti dokter, wartawan, notaris, termasuk juga guru memiliki kode etik khusus. Sama halnya dengan kata profesi, maka penafsiran kode etikpun belum memiliki satu tafsir. Menurut UU no.20 pasal 43, kode etik berisi norma dan etika yang mengikat perilaku dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan. Sedangkan menurut Prof. Dr. R Soebekti, S.H. mengatakan kode etik suatu profesi berupa norma-norma yang harus diindahkan oleh orang-orang yang menjalankan tugas profesi tersebut.

Kode etik suatu profesi berupa norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi didalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya dan larangan-larangan yaitu hal-hal yang tidak boleh diperbuat oleh mereka, tidak saja menyangkut dalam menjalankan tugas profesi mereka, melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulannya sehari-hari di masyarakat.

b. Tujuan Kode Etik

  1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi. Dalam hal ini yang dijaga adalah “image” dari pihak luar atau masyarakat agar jangan sampai “orang luar” memandang rendah atau remeh profesi tersebut.
  2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota baik berupa materiil maupun spiritual/mental. Misalnya dengan menetapkan tarif minimum bagi guru honorer.
  3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi. Dalam hal ini kode etik juga berisi tujuan pengabdian generasi tertentu, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugas profesinya.
  4. Untuk meningkatkan mutu profesi. Kode etik juga memuat norma-norma tentang anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha meningkatkan mutu para anggotanya sesuai dengan bidang pengabdiannya.
c. Penetapan Kode Etik
Kode etik ditetapkan oleh organisasi suatu perkumpulan atau perserikatan suatu profesi untuk para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi suatu profesi. Penetapan kode etik profesi tidak bisa sembarangan dan tidak bisa dilakukan oleh perseorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota-anggota profesi dari organisasi tersebut, sehingga orang-orang yang bukan atau tidak menjadi anggota profesi tersebut tidak dapat ditundukkan padanya. Maka kode etik dari suatu organisasi hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin dikalangan profesi tersebut, jika orang yang menjalankan profesi tersebut tergabung dalam organisasi tersebut.

d. Sanksi Melanggar Kode Etik
Dapat kita jumpai bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi, sehingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik saja dapat meningkat menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Pencampuran tersebut bersifat memberikan sanksi-sanksi hukum yang memaksa, baik pidana ataupun perdata. Sanksi pada dasarnya merupakan upaya pembinaan kepada suatu profesi yang melakukan pelanggaran dan juga untuk menjaga harkat dan martabat profesi tersebut.

e. Kode Etik Guru di Indonesia
Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat dan warga negara. Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika dan kemanusiaan.

Dalam melaksanakan tugas profesinya guru Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa.

Kode Etik Guru Indonesia ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan cabang dan pengurus daerah PGRI dari seluruh penjuru tanah air. Pertama kali ditetapkan dalam Kongres XIII di Jakarta tahun 1973 dan kemudian disempurnakan dalam kongres PGRI XX tahun 2008 di Palembang.

2. Sikap Profesional dan Pengembangannya
Sikap atau attitude adalah cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Thurstone (dalam Azwar) menjelaskan sikap adalah sederet efek positif atau efek negatif yang dikaitkan dengan suatu objek psikologis. Dijelaskan pula sikap adalah kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dalam beberapa hal, sikap merupakan penentu yang penting dalam tingkah laku manusia sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dua alternatid, yaitu senang dan tidak senang.

Dalam hal ini , bagaimanakah sikap guru terhadap berbagai faktor yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya. Sikap profesional yang harus dimiliki guru termuat di Kode Etik Guru Indonesia Bagian 2 Pasal 6 yang menjelaskan sikap guru dalam berhubungan dengan berbagai pihak.

1. Hubungan Guru Dengan Peserta Didik
  1. Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tuga didik, mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih,menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
  2. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan hak-hak dan kewajiban sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
  3. Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
  4. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
  5. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.
  6. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
  7. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
  8. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
  9. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.
  10. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
  11. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
  12. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
  13. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
  14. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi serta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
  15. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionallnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
  16. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
2. Hubungan Guru Dengan Orang Tua/Wali Siswa
  1. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan Orangtua/Wali siswa dalam melaksannakan proses pedidikan.
  2. Guru mrmberikan informasi kepada Orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik.
  3. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya.
  4. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpatisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
  5. Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
  6. Guru menjunjunng tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasin dengannya berkaitan dengan kesejahteraan kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
  7. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
3. Hubungan Guru Dengan Masyarakat
  1. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
  2. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembnagkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
  3. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat
  4. Guru berkerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya.
  5. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya
  6. Guru memberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
  7. Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.
  8. Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan masyarakat.
4. Hubungan Guru Dengan Sekolah
  1. Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.
  2. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan.
  3. Guru menciptakan melaksanakan proses yang kondusif.
  4. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan luar sekolah.
  5. Guru menghormati rekan sejawat.
  6. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat
  7. Guru menjunung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional.
  8. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara profesional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.
  9. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat profesionalberkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran
  10. Guru membasiskan diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat.
  11. Guru memliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.
  12. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
  13. Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyaan keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
  14. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat pribadi dan profesional sejawatnya
  15. Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarnya.
  16. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
  17. Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.
5. Hubungan Guru Dengan Profesi
  1. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi
  2. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi yang diajarkan
  3. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya
  4. Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya dan bertanggungjawab atas konsekuensiinya.
  5. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindkan-tindakan profesional lainnya.
  6. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya.
  7. Guru tidak boleh menerima janji, pemberian dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan proesionalnya
  8. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran.
6. Hubungan Guru Dengan Organisasi Profesinya
  1. Guru menjadi anggota aorganisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.
  2. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan
  3. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.
  4. Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
  5. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
  6. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensis organisasi profesinya.
  7. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
  8. Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
7. Hubungan Guru Dengan Pemerintah
  1. Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan Perundang-Undang lainnya.
  2. Guru membantu Program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan berbudaya.
  3. Guru berusaha menciptakan, memeliharadan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila dan UUD1945.
  4. Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
  5. Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara.
Pengembangan sikap profesional diperlukan untuk meningkatkan mutu, baik mutu profesional, maupun mutu layanan. Sikap guru dalam berhubungan dengan berbagai pihak yang sudah dijelaskan sebelumnya harus selalu dipupuk dan dikembangkan. Pengembangan sikap profesiaonal ini dapat dilakukan baik selagi dalam pendidikan prajabatan maupun saat bertugas/dalam jabatan.

**Referensi:

Related Posts

Kode Etik, Sikap Profesional dan Pegembangannya
4/ 5
Oleh

Terima Kasih telah berkunjung ke blog saya. jazakumullah khairan katsiraa..